TANGERANG - deltaforumnews.com
Resiko dipecat harus dialami Rumini (44), guru honorer di SDN Pondok Pucung 02, Pondok Aren, Tangerang Selatan (Tangsel), karena membongkar praktik Pungutan liar (Pungli) di tempatnya mengajar.
Rumini telah mengajar sekira 7 tahun di SDN Pondok Pucung 02, yakni sejak tahun 2012 silam. Mulanya dia mengajar ekstrakurikuler sebagai guru tari, selanjutnya 8 bulan kemudian dia diangkat sebagai guru kesenian dan wali kelas.Namun terhitung sejak tanggal 3 Juni 2019, Rumini tak lagi mengajar lantaran keluar surat pemecatan bernomor : 567/2452-Disdikbud. Surat pemutusan kontrak kerja itu merujuk surat Pelaporan dan Permohonan Pemecatan dari Kepala SDN Pondok Pucung 02 bernomor : 421.1/015/SP/PP02/2019, tanggal 14 Mei 2019.
Saat ditemui di kontrakannya, Jalan Salak, RT04 RW07, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, Kamis (27/6/2019) sore. Rumini menceritakan kejadian yang membuatnya dipecat pihak sekolah dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Tangsel.Menurut dia, sikap kritisnya terhadap transparansi anggaran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDa), dan maraknya Pungli di SDN Pondok Pucung 02 jadi penyebab utama keluar surat pemecatan.
"Saya mengajar di sana sejak 2012. Jadi rupanya sebelum saya masuk, masalah-masalah seperti itu sudah ada. Sehingga setelah diangkat jadi wali kelas, mulai banyak tahu apa yang sesungguhnya terjadi dan dialami murid-murid di sana," ucap Rumini.
Menyadari ada praktik penyimpangan, Rumini menerangkan, awalnya dia mencoba mendengar keluhan dari orang tua siswa yang kebanyakan berasal dari kalangan menengah ke bawah. Di sana diperoleh keterangan yang menyebutkan, banyak orang tua siswa merasa keberatan atas munculnya biaya-biaya itu.
"Banyak yang mengeluh, tapi mereka nggak berani bersuara karena itu tadi, pasti muncul tekanan. Resiko itu yang buat orang tua murid menerima saja," katanya.
Rumini lantas membeberkan, Pungli yang masif terjadi di SDN Pondok Pucung 02 meliputi banyak hal. Di antaranya adalah soal pengadaan buku sekolah, iuran praktik laboratorium komputer, uang kegiatan sekolah pertahun, biaya daftar ulang, dan iuran pemasangan instalasi infokus.
Untuk buku-buku sekolah, tiap siswa harus membeli sendiri secara kolektif di luar sekolah. Buku itu disediakan per-tema, di mana setiap tahunnya terdiri dari 1 hingga 9 tema. Per-tema kisaran harganya bisa mencapai Rp65 ribu. Padahal dalam Laporan kegiatan BOSDa SDN Pondok Pucung 02 dicantumkan adanya pembelian buku siswa.
"Kan saya cek di data BOSDa, disitu dianggarkan. Ada volumenya, harga satuan, dan ada juga jumlahnya. Tapi data itu sepertinya tidak sesuai dengan kenyataannya," imbuhnya.
Sedangkan untuk iuran praktik laboratorium komputer, tiap siswa diharuskan membayar antara Rp15 ribu hingga Rp25 ribu perbulan. Padahal semua itu telah ditunjang oleh dana BOS. Meskipun kenyataannya, para siswa sangat jarang mendapat pembelajaran praktik komputer.
Begitupun sama halnya dengan iuran kegiatan sekolah pertahun, tiap siswa dipatok Rp130 ribu. Lalu ada pula iuran daftar ulang siswa tiap tahun, iuran pengadaan instalasi projektor infokus yang dibebankan sebesar Rp2 juta perkelas. Padahal semua itu, telah tercantum dan ditanggung sepenuhnya oleh dana BOS ataupun BOSDa. (red)
Tim Satuan Tugas Penindakan dan Penyidikan (Satgas P2) Bea Cukai Juanda berhasil menggagalkan penyelundupan Baby Lobster sebanyak kurang lebih 113.300 ekor ke Singapura. Para tersangka memasukkan Baby Lobster kedalam bungkus plastik kemudian di sembunyikan di dalam koper.
“Tersangka RI dan DI berniat menyelundupkan Baby Lobster sebanyak 113.300 ekor dengan perkiraan nilai Rp.17,3 M melalui penerbangan Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA854 SUB-SIN,” kata Kasi Pengawasan dan Pengendalian Informasi Wiwit Supriyono kepada wartawan, Senin (24/6/2019) di Aula Bea Cukai Juanda.
Upaya penyelundupan itu dilakukan pada Senin (24/6) pukul 06.00 WIB. Berdasarkan informasi akan ada ekspor Baby Lobster ke Singapura. Kemudian Satgas P2 Bea Cukai Juanda melakukan pendalaman terhadap penerbangan dengan tujuan Singapura.
“Satgas P2 Bea Cukai melakukan pencarian terhadap 2 penumpang namun tidak di temukan Baby Lobster tersebut, akhirnya dilakukan pencarian dibagasi penumpang. Ditemukannya 4 komper atas nama penumpang berinisial RI dan DI,” kata Wiwit.
“Satgas P2 Bea Cukai melakukan pencarian terhadap 2 penumpang namun tidak di temukan Baby Lobster tersebut, akhirnya dilakukan pencarian dibagasi penumpang. Ditemukannya 4 komper atas nama penumpang berinisial RI dan DI,” kata Wiwit.
Untuk memastikan isi koper petugas melakukan xray untuk kemudian di lakukan analisa. Berdasarkan citra xray koper-koper tersebut dicurigai berisi Baby Lobster.
Kemudian Satgas Bea Cukai Juanda bersama dengan petugas Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Surabaya I dan Satgas Lanudal bersama-sama membuka koper dan ternyata di dalam koper-koper tersebut di temukan Baby Lopster sebanyak 113.300 ekor dengan perkiraan nilai Rp.17,3 M.( Dl )
Kemudian Satgas Bea Cukai Juanda bersama dengan petugas Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Surabaya I dan Satgas Lanudal bersama-sama membuka koper dan ternyata di dalam koper-koper tersebut di temukan Baby Lopster sebanyak 113.300 ekor dengan perkiraan nilai Rp.17,3 M.( Dl )